by

Makna dan Sejarah Hari Raya Nyepi

BALI – SUARAJABARSATU.COM | Nyepi berasal dari kata sepi yang artinya sunyi, senyap, lenggang, tidak ada ada kegiatan. Hari Raya Nyepi adalah Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender Saka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi yang dirayakan ramai dan meriah, tahun baru Saka dimulai dengan menyepi dan melaksanakan catur brata penyepian.

“Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung (alam semesta/macrocosmos).

Bila kalian yang tinggal di Bali atau pernah berliburan di Bali saat Nyepi, pasti akan merasakan bagaimana suasananya yang tidak akan pernah kalian temuakan di kota lain di Indonesia. Nyepi identik dengan suasana sepi dan gelap gulita di malam hari. Tidak ada aktivitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandara Internasional Ngurai Rai dan Pelabuhan Gilimanuk pun ditutup, namun tidak untuk rumah sakit.

Sejarah Nyepi

Kita semua tahu bahwa agama Hindu berasal dari India dengan kitab sucinya Weda. Di awal abad masehi bahkan sebelumnya, Negeri India dan wilayah sekitarnya digambarkan selalu mengalami krisis dan konflik sosial berkepanjangan.

Pertikaian antara Suku Bangsa SakaPahiavaYueh Chi, dan Malaya yang saling merebutkan kekuasaan, menyebabkan terombang-ambingnya kehidupan beragama pada saat itu. Pola pembinaan kehidupan beragama menjadi beragam, baik karena kepengikutan umat terhadap kelompok-kelompok suku bangsa, maupun karena adanya penafsiran yang saling berbeda terhadap ajaran yang diyakini.

Pertikaian yang panjang pun akhirnya menghasilkan pemenang yaitu suku Saka dibawah pimpinan Raja Kaniskha Iyang dinobatkan menjadi Raja dan turunan Saka tanggal 1 (satu hari sesudah tilem) bulan 1 (caitramasa) tahun 1 saka, pada bulan Maret tahun 78 masehi.

Dari sini dapat diketahui bahwa peringatan pergantian Tarikh Saka adalah hari keberhasilan kepemimpian Raja Kaniskha I dalam menyatukan bangsa yang tadinya bertikai dengan paham keagamaan yang saling berbeda.

Sejak tahun 78 Masehi itulah ditetapkan adanya Tarikh atau perhitungan tahun Saka, yang satu tahunnya juga sama-sama memiliki 12 bulan dan bulan pertamanya disebut Caitramasa. Bersamaan dengan bulan Maret tarikh Masehi dan Sasih Kesanga dalam tarikh Jawa dan Bali di Indonesia. Sejak itu pula kehidupan bernegara, bermasyarakat, dan beragama di India ditata ulang.

Oleh karena itu peringatan Tahun Baru Saka bermaksa sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional. Keberhasilan ini disebarluaskan keseluruh daratan India dan Asia lainnya bahkan sampai ke Indonesia.

Budaya Hari Raya Nyepi disebarkan oleh  Sang Pendeta Saka bergelar Aji Saka pada  tahun 456 Masehi  di pulau Jawa , dimana pengaruh Hindu di Nusantara saat itu telah berumur 4,5 abad. Di samping telah berhasil mensosialisasikan peringatan pergantian tahun saka ini, Sang Aji Saka dalam riwayatnya melahirkan aksara Jawa onocoroko doto sowolo mogobongo padojoyonyo. Aji Saka juga terkenal karena kisahnya yang diiringi dua punakawan yang sama-sama setia, sama-sama teguh, sama-sama sakti, dan sama-sama mati dalam mempertahankan kebenaran demi pengabdiannya kepada Sang Pandita Aji Saka.

Rangkaian Peringatan Pergantian Tahun Saka

​Peringatan Tahun Saka di Indonesia dilakukan dengan cara Nyepi selama 24 jam dan ada rangkaian acaranya antara lain:

1. Upacara Melasti, Mekiyis dan Melis

​Intinya adalah penyucian Bhuana Alit (diri kita masing-masing) dan Bhuana Agung atau alam semesta ini. Dilakukan di sumber air suci kelebutan, campuran, patirtan dan segara. Tetapi yang paling banyak dilakukan adalah di segara(laut/pantai) karena sekalian untuk nunas thirta amerta (air suci yang memberi kehidupan). Umat Hindu percaya bahwa air murni baik mata air maupun air laut mempunyai kekuatan yang menyucikan.
2.  Menghaturkan Bhakti/Pemujaan

​Bersembahyang di Bali Agung atau Pura Desa di setiap desa pakraman, setelah kembali dari mekiyis.

3. Mecaru dan Ngerupuk

Mecaru di setiap catus pata (perempatan) desa/pemukiman, yang melambangkan menjaga keseimbangan. Keseimbangan Bhuana AlitBhuana Agung, keseimbangan Dewa, Manusa Bhuta, sekaligus merubah kekuatan Bhutamenjadi div/cahaya (nyomiang bhuta) yang diharapkan dapat memberikan kedamaian, kesejahteraan, dan kerahayuan jagat (bhuana agung bhuana alit).

Dilanjutkan pula dengan acara ngerupuk/mebuu-buu disetiap rumah tangga, guna membersihkan lingkungan dari pengaruh bhuta kala. Belakangan cara ngerupuk disertai juga dengan “ogoh-ogoh” (simbol bhuta kala) sebagai kreativitas seni dan gelar budaya serta simbolisasi bhuta kala yang akan disomyakan.

​​4. Nyepi

Dilakukan dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian.

  • Amati Geni : tidak berapi-api, tidak menggunakan atau menghidupkan api
  • Amati Karya : tidak bekerja
  • Amati Lelungan : tidak bepergian
  • Amati Lelanguan : tidak berfoya-foya atau bersenang-senang.

Serta bagi yang mampu juga melaksanakan puasa 24 jamtapabratayoga, dan semadhi.

Hal ini bertujuan untuk menyucikan dan intropeksi diri dengan cara benar-benar melepas semua keduniawian selama sehari. Merenung kesalahan dan dosa-dosa yang telah dilakukan tahun sebelumnya yang nantinya akan memberikan kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan dan godaan kehidupan pada tahun yang baru.

5.  Ngembak Geni

Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Bari Saka adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada “pinanggal ping kalih” (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X). Diawali pagi hari dengan bersembahyang bersama di pura desa dan dilanjutkan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga (kurang lebih sama seperti berlebaran Hari Raya Idul Fitri), mengucap syukur dan saling memaafkan (ksama) satu sama lain, untuk memulai lembaran tahu baru yang bersih. Inti Dharma Shanti adalah filsafat Tattwamasi yang memandang bahwa semua manusia di seluruh penjuru bumi sebagai ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa hendaknya saling menyayangi satu dengan yang lain, memaafkan segala kesalahan dan kekeliruan. Hidup di dalam kerukunan dan damai.  Seperti doa yang selalu diucapkan oleh umat Hindu, “Om Shanti Shanti Shanti Om” yang artinya adalah Semoga Damai, Damai di Hati, Damai di Dunia, Damai Selamanya atas karunia Ida Sang Hyang Widhi.(baligede)hdr.-

 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed