by

UU Ciptaker mendorong pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19

SUARAJABARSATU.COM | JAKARTA – Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) diyakini menjadi penopang dan kunci penting pemulihan ekonomi nasional. Pasalnya di negeri ini, ada sebanyak 64,1 juta atau 99 persen pelaku usaha yang bergerak di sektor itu.

Bukan itu saja, kontribusi sektor itu terhadap penyerapan tenaga kerja pun cukup signifikan. Sektor itu mampu menyerap 116 juta tenaga kerja dan berkontribusi sekitar 58 persen produk domestik bruto (PDB).

Wabah Covid-19 yang sudah berlangsung setahun, sejak pertama kali diumumkan keterjangkitan atas dua warga pada 2 Maret 2020, telah memorak-porandakan sektor ekonomi, termasuk sektor UMKM.

Pemerintah sangat paham dengan kondisi tersebut. Wajar saja, keberpihakan pemerintah terhadap sektor itu sangat kental mewarnai regulasi yang lahir melalui UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).

Dari UU itu, ada 49 peraturan pelaksana dan 44 perpres (peraturan presiden) untuk implementasi regulasi baru tersebut. Secara substansi, peraturan pelaksana UU Cipta Kerja itu dikelompokkan dalam 11 klaster. Yaitu, perizinan dan kegiatan usaha sektor sebanyak 15 peraturan pelaksana.

Berikutnya, koperasi dan UMKM serta badan usaha milik desa (BUMDes) sebanyak empat peraturan pelaksana. Bidang investasi lima peraturan pelaksana dan satu perpres, ketenagakerjaan empat peraturan pelaksana, fasilitas fiskal tiga peraturan pelaksana, penataan ruang tiga peraturan pelaksana dan satu perpres, lahan dan hak atas tanah lima peraturan pelaksana, lingkungan hidup satu peraturan pelaksana, konstruksi dan perumahan lima peraturan pelaksana, dan satu perpres, kawasan ekonomi dua peraturan pelaksana, serta barang dan jasa pemerintah satu perpres.

Berkaitan dengan telah tuntasnya peraturan pelaksanaan yang menyentuh sektor UMKM, ada empat peraturan pelaksana yang mengaturnya. Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah (PP) nomor 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang menentukan tentang batasan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp15 miliar.

Melalui PP itu, sektor UMKM juga diberikan jaminan untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB). Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki sangat perhatian terhadap masalah NIB bagi pelaku di sektor tersebut.

Menurutnya, perizinan tunggal yang diperlukan sebenarnya nomor induk perusahaan. “Nanti kita akan target pemerintah daerah. Supaya UMKM khususnya usaha mikro bisa memiliki NIB,” ujar Teten, Selasa (23/2/2021).

Kemenkop UKM, tambah Teten, akan mendorong pemerintah daerah dan kabupaten/kota untuk segera mendaftarkan pelaku usaha kecil dan mikro agar segera memperoleh NIB. “Kami akan dorong pemerintah daerah dan kepala dinas untuk segera mendapatkan (NIB). Jangan menunggu. Usaha kecil dan mikro itu urusan daerah. Jadi mereka harus proaktif,” imbuhnya.

Akses Permodalan

Tak dipungkiri, banyak manfaat yang diperoleh UMKM bila mereka memiliki NIB. Pelaku di sektor itu akan lebih mudah untuk mendapatkan akses permodalan dari perbankan.

Keistimewaan lainnya, pemerintah akan memberikan kemudahan bahan baku, proses produksi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), hingga pemasaran produk dari UMKM. Bahkan pemerintah mengalokasikan 40 persen belanja khusus membeli produk-produk UMKM.

Pemerintah juga memberikan kemudahan agar UMKM dapat bermitra dengan pelaku usaha besar. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 10 tahun 2021. Bahkan pengusaha besar bisa mendapat insentif jika bermitra dengan UMKM.

Begitu juga dengan Perpres nomor 12 tahun 2021 yang memberikan ruang bagi sektor itu kemudahan dan perluasan usaha terutama untuk kepentingan pasar pengadaan barang/jasa pemerintah.

Artinya, kementerian/lembaga/pemerintah daerah (K/L/PD) diwajibkan mengalokasikan sedikitnya 40 persen anggaran belanjanya untuk menggunakan produk dan jasa dari UMKM dan koperasi, terutama hasil produksi wilayah setempat.

Soal itu juga dikonfirmasi oleh Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto. Menurutnya, Perpres 12/2021 merupakan salah satu peraturan pelaksana dari UU Cipta Kerja.

Tujuannya adalah untuk memberikan kemudahan dan perluasan usaha kepada UMKM dan koperasi dalam pasar pengadaan barang/jasa pemerintah. Koperasi serta UMKM kini dapat mengikuti lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah.

“Dengan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada pelaku usaha kecil dan koperasi, saya harap aturan ini dapat segera berdampak terhadap pemulihan ekonomi yang sedang terdampak pandemi Covid-19,” ujarnya.

Tidak itu saja, pelaku sektor UMKM dan koperasi yang biasanya hanya dibatasi berusaha di proyek bernilai Rp2,5 miliar, mereka kini ikut berusaha di proyek bernilai Rp15 miliar atau naik enam kali lipat. Ini sesuai bunyi Perpres 7/2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Untuk diketahui lewat UU Cipta Kerja, pemerintah juga telah mengubah kriteria UMKM berdasarkan modal dasar. Perluasan kriteria berdasarkan modal dasar ini diharapkan bisa memperluas basis pembinaan dan pemberdayaan UMKM.

Untuk usaha mikro kriterianya menjadi modal dasar di bawah Rp1 miliar, dari sebelumnya di bawah Rp50 juta. Usaha kecil kriterianya adalah mereka yang memiliki modal dasar Rp1 miliar–Rp5 miliar, dari sebelumnya hanya Rp50 juta–Rp500 juta.

Kemudian kriteria modal dasar untuk usaha menengah menjadi Rp5 miliar–Rp10 miliar dari sebelumnya hanya Rp500 juta–Rp10 miliar. Sementara itu untuk usaha besar tidak berubah, yakni dengan kriteria modal dasar di atas Rp10 miliar.

UU dan regulasi turunannya telah lahir. Kebijakan itu jelas sebagai bentuk afirmatif kepada UMKM dan koperasi. Dan itu memang sudah lama ditunggu-tunggu.

Dari kebijakan itu, harapannya pelaku usaha atau UMKM akan sangat terbantu dan terlindungi terutama di tengah-tengah ekonomi yang sulit saat ini, dan menjadi pengungkit upaya pemulihan perekonomian nasional.hdr

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed