by

Kemendikbud RI: Harus Ada Penyamaan Paradigma tentang Sekolah Inklusif

SUARA JABAR SATU |BANDUNG, DISDIK JABAR – Beberapa hari yang lalu, perundungan terhadap siswa di salah satu sekolah menengah pertama (SMP) di Purworejo sempat menjadi topik utama pemberitaan. Selain perundungan tidak boleh terjadi di manapun, korban yang merupakan peserta didik penyandang disabilitas ini membuktikan satu hal bahwa pendidikan inklusif secara keseluruhan di satuan pendidikan belum berjalan optimal.

Analis Pelaksanaan Kurikulum Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus Kementerian Pendidikan Kebudayaan RI, Baharudin menekankan harus ada penyamaan pola pikir dan paradigma tentang kesetaraan dalam pelayanan pendidikan. “Harus dibangun kerja sama antara pihak sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat,” ungkap Baharudin saat ditemui di Hotel Arion Swiss-Belhotel Bandung, Jln. Otto Iskandardinata No. 16, Kota Bandung, Senin (17/2/2020).

Komunikasi yang lebih intens pun, sambungnya, harus dibangun. Antara guru, orang tua, dan siswa mesti diberi pehamanan yang berimbang tentang inklusivitas. “Tak boleh ada perilaku seperti itu lagi kepada anak disabilitas. Karena, dalam pandangan hukum dan pendidikan, semua punya porsi yang sama,” tegasnya.

Selain itu, lanjutnya, kepala sekolah juga harus berperan aktif sebagai ujung tombak pemberi kebijakan di sekolah. “Anak berkebutuhan khusus harus diberi perhatian lebih, baik melalui tata tertib sekolah ataupun peraturan yang dibuat oleh kepala sekolah,” imbuhnya.

Baharudin mengaku, keterbatasan guru lulusan pendidikan sekolah luar biasa di sekolah inklusi menjadi salah stau faktor penghambat efektivitas sekolah inklusi. Sehingga, ia mendorong guru pembimbing anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut untuk bekerja sama dengan guru di sekolah luar biasa terdekat.

“Pendidikan khusus dan luar biasa di SLB itu sudah komplet. Sekolah reguler harus bekerja sama dengan SLB. Mudah-mudahan, semua bisa bersinergi dan berkolaborasi,” harapnya.

Berdasarkan amanat Undang-undang nomor Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, melalui sekolah inklusi, penyandang disabilitas berhak mendapatkan layanan pendidikan. Bahkan, dalam peraturan penerimaan peserta didik baru pun, tidak boleh ada sekolah yang menolak anak berkebutuhan khusus.

Sehingga, tambah Baharudin, pemerintah daerah harus berperan aktif dalam proses tersebut. “Pemerintah pusat hanya memberi stimulasi dan pembinaan secara regulasi. Pada tahap eksekusi dan implementasi ada di pemerintah daerah,” tutupnya.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed