by

Mengapa Sudah S.Pd Masih Harus Ikut PPG?

-Opini, Pendidikan-13,071 views

SUARAJABARSATU.COM |​ Seperti yang kita ketahui bahwa lulusan S.Pd di Indonesia sangatlah banyak, lebih dari 40.000 lulusan di setiap tahunnya. Wow, tak terbayang bukan betapa ketatnya persaingan antar lulusan sarjana pendidikan di Indonesia? Membludaknya lulusan S.Pd dengan kuota penerimaan guru di Indonesia hanya sekitar 40.000 per tahun, membuat mahasiswa pendidikan merasa khawatir akan ketersediaan lapangan pekerjaan untuk mereka kelak. Nah, belakangan ini banyak sekali calon-calon penyandang gelar S.Pd diberbagai universitas di Indonesia bertanya-tanya mengenai program PPG (Pendidikan Profesi Guru). Apa itu Program PPG?
​Program PPG merupakan jenjang perkuliahan profesi yang dilakukan setelah menyelesaikan jenjang Sarjana yang ditempuh untuk memperoleh kompetensi profesional yang lebih baik lagi untuk menjadi seorang guru. Program PPG ini dilaksanakan selama satu tahun, dan program yang telah diputuskan oleh Kementrian dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2013 ini adalah program pengganti akta IV yang sudah tidak berlaku sejak tahun 2005 silam.
​Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 87 tahun 2013 tentang Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan, bahwa lulusan sarjana pendidikan melalui lembaga pendidik tenaga pendidikan (LPTK) tidak secara otomatis memperoleh izin untuk mengajar atau akta empat. Sehingga setelah selesai menempuh jenjang sarjana pendidikan, para lulusan diharuskan untuk mengikuti program PPG dikarenakan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2017 tentang kewajiban guru memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik.
​Sekarang ini, mengantongi ijazah dengan gelar S.Pd saja tidak cukup untuk bisa menjadi guru, para lulusan sarjana pendidikan ini harus berusaha semaksimal mungkin untuk bersaing satu sama lain sehingga bisa lulus program PPG dengan segala ilmu dan kemampuan yang sudah mereka miliki. Program PPG ini bukan hanya boleh diikuti oleh lulusan sarjana pendidikan saja, lho. Pemerintah dengan terbukanya memberikan kesempatan yang sama kepada lulusan sarjana non pendidikan untuk menjadi guru yang profesional.
​Namun, kebijakan pemerintah ini menimbulkan banyak pro dan kontranya, nih, terutama dari kaum yang sudah dan belum menjadi sarjana pendidikan. Sebagai contoh banyak yang menanyakan bagaimana lulusan sarjana non pendidikan yang notabennya lebih cenderung menguasai materi saja dan tidak dibekali pendidikan pendagogik saat kuliah bisa menjadi guru yang profesional? Sedangkan bisa dilihat pada kenyataannya bahwa lulusan sarjana pendidikan yang ibaratnya setiap hari mendapatkan pendidikan pendagogik saja belum tentu bisa menjadi guru yang profesional, bagaimana dengan lulusan sarjana non pendidikan? Oleh karena itu, banyak lulusan sarjana pendidikan yang merasa hal ini tak adil untuk mereka. Mereka anggap dengan adanya kebijakan ini dapat menggeser eksistensi lulusan sarjana pendidikan yang siap menjadi guru oleh lulusan sarjana non kependidikan.
​Sebenarnya, jika kita berpikir menggunakan logika sederhana, yang harus merasa khawatir dengan adanya program PPG ini adalah lulusan sarjana non pendidikan yang tertarik untuk terjun kedunia kependidikan. Sebab jika mereka memutuskan untuk mengikuti program PPG ini maka mereka akan dan harus siap bersaing dengan sarjana yang empat tahun mengenyam kuliah kependidikan. Sarjana non kependidikan juga diwajibkan mengikuti saringan masuk program PPG selayaknya sarjana kependidikan dan harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam Permendikbud Nomor 37 Tahun 2017 pasal 4.
​Meskipun aksesnya dibuka setara dengan lulusan sarjana FKIP, lulusan sarjana non kependidikan wajib mengikuti dan lulus program matrikulasi terlebih dahulu sebelum menjalani program PPG. Sedangkan untuk lulusan sarjana FKIP yang linier atau sesuai dengan matapelajaran yang bakal diampu, tidak perlu mengikuti program matrikulasi itu. Khusus untuk sarjana yang bakal mengajar di jenjang SMP dan SMA/sederajat, tidak ada perlakukan berbeda bagi lulusan sarjana kependidikan maupun non kependidikan ketika mengikuti program PPG. Mereka diwajibkan untuk mengikuti program PPG dengan bobot atau beban belajar sebanyak 36 hingga 40 SKS. Menurut Sulistiyo sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Kemendikbud harus bisa menanggung risiko jika membuka akses luas kepada sarjana non kependidikan untuk menjadi guru profesional. Karena guru adalah profesi khusus, sehingga pendidikannya juga khusus dalam waktu yang cukup.
​Memang benar pandangan program PPG kepada lulusan sarjana pendidikan dan non kependidikan ini setara, namun harus diketahui untuk sejauh ini peminat program PPG masih dimenangkan oleh lulusan sarjana kependidikan dengan jumlah lulusan sarjana non kependidikan hanya sekitar 1% dari jumlah lulusan sarjana pendidikan. Sehingga, kesempatan untuk menjadi guru yang profesional masih terbuka luas, jadi jangan khawatir ya para sarjana pendidikan! Menjadi guru adalah pekerjaan yang mulia, menjadi guru yang profesional adalah pekerjaan guru yang luar biasa mulia./(Ralivia Suci Setianingrum / Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed