by

Mengenal Imawan, Sang Graphic Recorder

SUARAJABARSATU.COM | BANDUNG, DISDIK JABAR – Ada pemandangan berbeda dalam diskusi yang digelar Bandung Readers Festival beberapa waktu lalu. Saat itu, saya turut menjadi peserta dalam diskusi bertajuk “Pembaca = Penulis?” yang diisi dua penulis Indonesia, Sabda Armandio dan Dea Anugrah yang dipandu oleh Tegar Bestari. Kala saya menyimak diskusi, tak jauh dari panggung utama, seorang pria terlihat sibuk menggambar di atas kanvas bak pelukis dengan spidol di tangannya.

Dengan tangan yang masih sibuk menggambar, ia tetap memperhatikan jalannya diskusi. Namun, gerak kuasnya sejenak terhenti seolah sedang mencerna isi pikiran Sabda ataupun Dea saat mereka tengah berargumen. Tak lama, goresan spidolnya kembali bergerak. Sebagian berbentuk kata, lainnya berupa gambar ilustrasi wajah pembicara maupun gagasan-gagasan yang telah diutarakan.

Diskusi pun selesai pukul 18.00 WIB. Namun, pembawa acara saat itu, Ji Su belum memperkenankan peserta meninggalkan Aula IFI di Jln. Purnawarman, Kota Bandung. Sejurus kemudian, ia memperkenalkan penggambar yang telah mencuri perhatian saya. Dengan sesekali melepas senyum, sang penggambar mengangkat hasil lukisannya ke tengah panggung. Akhirnya, saya pun tahu siapa sang penggambar dan apa yang sedang dia lakukan. Dia adalah Imawan Rahadianto, seorang graphic recording.

Notulensi Gaya Baru 

Langit cerah pukul sembilan pagi, kami pun berjanji bertemu Kang Imawan. Dengan gaya santai, mengenakan topi dan kaus dibalut kemeja flanel tanpa dikancing, dipadankan celana jeans pendek dan sepatu sneaker biru, Kang Imawan mulai bercerita tentang graphic recording, industri kreatif yang telah ia tekuni selama 8 tahun.

Meski terlihat baru, Imawan mengungkapkan, kegiatan graphic recording sebenarnya secara sadar atapun tidak, pernah dilakukan semua orang saat belajar di sekolah. “Coba deh lihat buku catatan saat sekolah dulu. Kadang ada yang memberi dua titik di huruf ‘O’ dan terlihat jadi gambar muka ataupun coretan-coretan yang dibuat di pinggir buku. Itu termasuk kegiatan graphic recording yang mungkin dilakukan secara enggak sadar,” ungkapnya.

Diakuinya, memang belum ada definisi pasti apa itu graphic recording. Namun, baginya graphic recording adalah gaya baru dalam proses mencatat isi diskusi dengan gambar. “Graphic recording dapat membuat diskusi lebih menarik. Kalau dilihat dari hasil riset, daya tangkap manusia itu hanya 25% persen kalau cuma mendengarkan, namun menjadi 50% jika melalui penglihatan,” paparnya.

Namun, menurutnya, bukan berarti graphic recording mendisrupsi notulensi manual. Bagi Imawan, tugasnya hanya sebagai pelengkap jalannya diskusi. “Kita enggak ngegantiin tugas notulensi ketik, kita hanya melengkapi. Itu yang selalu kita tekankan kepada klien,” terangnya.

Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang diterbitkan jurnal Cosciousness and Cognition. Dilansir kumparan.com, penelitian tersebut menyatakan bahwa menggambar merupakan metode terbaik untuk mempertahankan informasi baru. “Menggambar merupakan hal yang sangat sederhana dan mudah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan daya ingat,” ujar Melisa Meade, kandidat doktoral dalam ilmu saraf kognitif di University of Waterloo, Kanada./Hdr.-

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed